Selasa, 20 September 2011

chapter II aq akan ada untuk mu slalu

Happy Day’S ?!

Ditengah derasnya hujan saat itu, Denis menggali tanah, di belakang halaman rumahnya diantara pekarangan, akhirnya dia mengangkat sebuah kotak besi tua dan dibawanya masuk ke dalam rumah.
Denis keluar dari kamar mandi, dan dia duduk disamping tempat tidurnya dengan sebuah kotak yang tadi digalinya di pangkuannya. Denis membukanya, didalamnya terdapat foto-foto kenangan akan mamanya, dirinya, silvi juga papa, dan juga kamera yang ia dapatkan semasa kecilnya hadiah pemberian mama. Dulu sejak kematian mamanya, Denis dengan sengaja mengubur dalam-dalam semua kenangan pahit tersebut. Denis merasa terpukul karna mamanya meninggalkan disaat dia masih membutuhkannya. Hanya ada beberapa helai foto bayi mungil, itu foto silvi saat dia masih bayi. Mama Denis meninggal saat melahirkan Silvi ke Dunia ini. Denis sangat menyayangi Mamanya, maka dia juga berjanji pada mamanya untuk menjaga dan menyayangi Silvi.
”Alow Koko!” ucap Silvi, tiba-tiba saja masuk tanpa mengetuk pintu. ”Itu apa?” tanya-nya, saat dia melihat kotak yang dipegang oleh Denis.
”Sini, kalau mau tau!” ucap Denis sambil memberi tanda pada Silvi untuk duduk didekatnya. Silvi melihat isi dalam kotaknya, dan dia terkejut, tiba-tiba saja dia mengeluarkan isak tangis dengan menggenggam selembar foto mamanya. Denis memeluk adiknya, ”sudah-sudah jangan nangis, kejadian itu sudah berlalu! Sudah ya!” Silvi hanya mengangguk .

* * * * *

@sCHooL
Burung-burung berkicau dipagi yang indah hari ini, mentari menyambut dengan hangat senyuman-senyuman para siswa-siswi yang tiba hari ini. Pak Udin yang sedang menyapu daun-daun kering yang berserakan didepan gerbang sekolah menyapa dengan ramah kepada para siswa yang dikenalnya, termasuk Denis dan Sisca,.
“Pagi den Denis, neng Sisca”
“Pagi, Pak Udin, dah sarapan? ^_^ “ Ucap Sisca sambil menyerahkan sekotak bekal yang dibawa olehnya sedari tari dalam perjalanan.
“Oh iya Pak, ini sekalian ada kopi kalau bapak mau ngopi” Denis menyerahkan bukusan kantong plastik cukup besar.
“Waduh, ngerepotin aja ini, saya jadi gak enak menerimanya”
“Gak apa-apa pak, Pak Kumis juga dibagi yah pak, kopinya” ucap Denis dengan senyum hangat menghormati orang tua.
“Makasih yah den Denis, neng Sisca”
“Ya udah pak, kami sekolah dulu yah Pak.”
“iya Den, bapak doakan kalian bias jadi orang yang sukses,”
“Makasih yah pak, Yuk Sis, gw ada jam praktek lab nih,”
“Yuk, dagh … Pak Udin” salam Sisca sambil meberikan kiss bye.
“Gak segitunya kali”
“jeoles yah, hahahahaha … “
Denis diam dan tersenyum melangkah menuju kelasnya, Sisca pun menuju kelasnya dengan hati riang dengan penuh pesona.

* * * * *

Jam sudah cukup siang, matahari sudah mulai meninggi memancarkan sangarnya sang mentari, bel sekolah berbunyi menandakan jam istirahat untuk para penghuni sekolah. Banyak Siswa-siswi yang mengantri di kantin untuk membeli makanan. Denis sedang manyantap makananny dengan sisca disalah satu meja dikantin tersebut dekat dengan deretan pasa siswa yang sedang mengantri.
“Hey jangan main dorong dunk,” teriak seorang siswi yang terdorong dengan kasar oleh seorang siswa bertubuh cukup besar darinya.
“Nape? Gk suka lo? Mau lo apa? Hah?” Balasnya dengan teriak.
Siapa yang kaget dan takut mendengar terikan seperti preman seperti itu, Denis geram melihatnya, diambilnya gelas minumnya. Sisca pun kaget melihat Denis sudah melangkah kesana.
Namun siswi tersebut mendorong kembali, namun apa daya tenaganya jauh lebih lemah dari pada siswa tersebut, kemudian dicobanya kembali untuk merebut posisnya yang semula, dengan rasa emosi siswa tersebut mendorong dengan keras siswi tersebut. Namun saat tangan siswa tersebut hendak mendorong siswi itu, Denis sudah menyiramkan air ke wajah siswa yang menyebalkan itu, dan dengan sigap menangkap tubuh siswi yang terhempas.
“Anjenk … Bangsat …”
Denis mendirikan siswi itu, dan menarik kebelakang dirinya dengan pelahan, berdiri tegap dan siap menerima tantang yang ada dihadapanya, layak seekor serigala yang kelaparan yang ingin melahap daging Denis.
“Pak-pak, itu-tu … tu … tu … tolongin tuh pak, ada yang rebut tuh pak” Seorang ibu gendut tua, salah satu pemilik kantin menarik si Pak Kumis dan menunjuk-nunjuk tempat perkara terjadi.
“Taik lo …” ucap kasarnya, dan tangan kirinya menarik kerah baju Denis, tangan kanannya sudah siap dengan kepalan penuh.
“Hey … Hey …, mau apain kalian?” teriak Pak Kumis dari jauh sambil menunjuk-nunjuk kearah siswa tersebut dengan pentunga.
“Taik, awas lo …” makinya dan berlari, melarikan diri dari kejaran Pak Kumis.
“kamu gak apa-apa Lis?” Tanya Denis kepada siswi tersebut, ternyata kawan Denis, namanya Lisa, postur tubuhnya cukup tinggi sekitar 167cm, memiliki rambut tidak panjang dan juga tidak pendek.
“Gak pa-pa, makasih Den. Thanks banget yah.”
“sama-sama.” Kemudian Denis berlalu kembali ketempatnya, dan menjemput Sisca untuk segera pergi dari kantin, karna moodnya sudah hilang untuk makan atau karna bekas suasana kantin yg cukup rusuh.

* * * * *

Seperjalanan pulang mereka dengan sepasang kaki remaja mereka, Denis dan Sisca melihat sekumpulan anak-anak dengan kelincahan – kelincahan kaki mereka, menendang-nendang bola kaki dilapangan rumput yang cukup besar. Dengan tawa yang riang tanpa mengetahui pahitnya hidup, problema-problema kehidupan, dan hiraukan kesusahan yang mereka hadapi.
“Enaknya jadi anak kecil, seneng amat rasanya” Ucap sisca sembari mengingat masa kecilnya dahulu bermain dengan boneka-boneka barbienya, dan si Denis berpakaian dengan mewahnya, dengan dasi kupu-kupunya dan juga kaca mata yag cukup tebal, terlihat anak bergaya cupu dan kikuk.
Denis heran, melihat Sisca yang berjalan sambil melamun, Ngelamunin apaan sih, nih anak?, berjalan-berjalan tanpa tau apa yang ada dihadapannya, dengan segera Denis mengambil kameranya keluar dan mengambil gambar dengan tingkah Sisca yang aneh. Tersadar Sisca tepat di depan tiang listrik, Hah.. untung gak nabrak! hela nafas Sisca, Awassss... suara teriakan terdengar dari lapangan, Bruuukkk... Bola sudah berhasil mencium kepala Sisca.
Aduh ...
Hahahahahaha.... Denis tertawa terpingkal-pingkal setelah mendapatkan hasil gambar yang dinginkan, bahkan lebih dari apa yang dia bayangkan.
Uuuhh ... bukanya perihatin mala diketawain, apes gw,
Kak,maaf yah kak,maaf yah kak. Ucap seorang anak yang merasa bertanggung jawab atas perbuatannya, menendang bola terlalu keras dan nyasar akibatnya Sisca yang menjadi korban.
Baik, karna kakak itu baik hati, murah senyum n tidak sombong, kakak maafin, tapi kakak ikutan main yah?
HaaaaaHHH... tercengang anak itu,
Kalau kakak kalah, kakak traktir kalian es cream, gimana?
Boleh,  di traktir es cream siapa takut, pasti kalah kan gw berlima sedangkan mereka cuman ber-dua“ fikir anak ini, Sisca dan adik kecil tersebut saling pandang, Denis yang merasa melihat aura keduanya begitu panas membuat Denis kebingungan ( -_- ’) <-- tampang Denis.
Dan pertandingan pun dimulai, Denis dan Sisca Vs Super boy FC, lebay dikitlah hehehehe…
Dengan kelincahan kaki mereka memainkan bola membuat Denis dan Sisca kewalahan melayani bocah-bocah tersebut, pertandingan sengit berlangsung mereka saling membalas gol ke masing-masing gawang. Sisca pun tak kalah dengan semangatnya berlari kesana kemari dengan tawa yang riang. Di dalam fikiran Denis dan Sisca apa mereka mementingkan kekalahan, “Tidak” jawabnya, terlihat jelas di wajah mereka yang penuh keceriaan.
Denis yang dahulu tak sehebat sekarang, saat mereka di masa SD dahulu Sisca lebih hebat daripada Denis, saat itu Denis menjadi penjaga gawang dan teamnya melawan team Sisca, Kepayahan saat itu Denis menjaga gawang selalu dapat dibobol oleh Sisca.
­­­Tawa riang Mereka membius kan keceriaan di hati mereka semua, melupakan sejenak masalah-masalah kehidupan yang dapat membuat sress kepala.
“Goooolll … …” sorak riang Sisca kumandangkan dan mengangkat kedua tangannya tinggi ke atas. “sudah ah kakak capek, hah… hah…” Sisca duduk diatas rerumputan sembari mengatur nafasnya, Denis dan kawan-kawan kecil pun ikut duduk dan ada yang tertidur diatas rerumputan sambil mengatur nafas mereka masing-masing.
Denis bangkit mengambil peralatan mereka dan berjalan kea rah Sisca, mengurulkan tangannya, “Yuk … n_n” Sisca menyambut tangan Denis dan bangkit berdiri.
“Asyik es cream, es cream” mereka pun berlari menuju kulkas yang berdiri dengan gagah di depan pintu yang telah menanti kedatangan mereka. Dengan cepat dan tergesa-gesa kawan-kawan kecil melahap es cream di tangan mereka.
“Denis ...” Panggil Sisca menarik-narik lengan jaket Denis dengan sikap manjanya.
“Apa?” dengan sikap dingin membalas panggilan Sisca  ( -_- )’
“Bayarin hehehehe ^_^...”
“Iyah, Dasar”
“Asyik, Gw ambil Magnum ah”
“Astaga ambilnya yang mahal pula” Denis mengerutu dalam hatinya, dan menggeleng-gelengkan kepalanya. Diambilnya dua buah botol pocari sweat berukuran sedang dan membayar semua makanan yang sudah dimakan oleh Sisca dan kawan-kawan kecil.
Setelah habis semua, kawan-kawan kecil pulang dan tak lupa mengucapkan terima kasih kepada kakak yag cantik Sisca, “Lho, kan gw yg bayar knp terima kasihnya pada Sisca ckckckckck…” gerutu hati Denis. “Dasar nasip, Dasar nasip.”
“Yang sabar yah, Nis! mereka tau mana yang cantik and tidak sombong hehehehe n_n .”
Tak lama hujan gerimis tiba, diantara senda tawa mereka, Diletakannya jaket dan tas Denis, melangkah kedepan dan menikmati tetes demi tetes air hujan yang membasahi wajahnya.
“Denis, hujan tau, tar sakit”
Denis memberikan isyarat untuk mengajak Sisca dalam kesenangan yang dialaminya, namun Sisca menolak dengan menggelengkan kepalanya. Di tariknya tangan Sisca ke tengah lapangan dan bercanda tawa ria lepas dari kepenatan di kepala mereka. Denis melihat tawa yang terpancar di wajah Sisca, “begitu cantik” ucap dalam hati. Terpandanglah kedua mata mereka masing-masing, Denis merangkul kedua lengan Sisca dan menatap kedua mata Sisca dalam-dalam. Tersipu malu Sisca pada Denis, dan terbuyarlah suasana romantica yang dibangun Denis dan Sisca,”cieeeeee… swiiittt, swiiit…” sorak goda sahabat-sahabat kecil. Denis melepaskan rangkulannya, “Dah, reda hujannya, yuk balik n_n.” selalu senyuman hangat dan manis diberikan untuk Sisca.
“Yuk,”
Denis mengambil jaketnya dan menutupi badan Sisca, melindunginya dari kedinginan, menggendong tas mereka berdua di pundaknya.

chapter I aq akan ada untuk mu slalu


It’s Me?!

Di tengah-tengah keramaian kota, dimalam hari. Dimana kendaraan-kendaraan pribadi atau umum, kendaraan bermotor dan transito jakarta terus berlalu-lalang. Dengan Gedung-gedung pencakar langit disekeliling daerah perkotaan itu. Begitulah suasana kota metropolis, Jakarta. Di bukit yang cukup menepi dari keramaian kota Jakarta, di bawah pohon yang besar dan rindang, di bawah sinar bulan yang terang benderang. Seorang pemuda berdiri dengan tegap, dengan rambut hitam tebal yang diterpa oleh angin malam, dengan mengenakan kaca mata. Denis namanya, dengan kamera dikedua tangannya, mengambil foto-foto pemandangan kota Jakarta dimalam hari yang dihiasi dengan lampu-lampu kota bagaikan kunang-kunang malam bercahaya menerangi dimalam hari. Sebuah pemandangan yang indah terpampang didepan mata, pada malam hari dari atas sebuah bukit yang tinggi dan tidak jauh dari sebuah perumahan, udara yang begitu dingin dan angin yang berhembus dengan kencang, merasuki seluruh tubuh, jiwa dan raga. Denis yang sedang begitu asyik menikmati suasana di sana, dan begitu sibuk dengan kamera ditangannya.
”Hufh...... gw rasa cukup!”  ucapnya dengan menghela napas cukup panjang.
Denis, merapihkan semua peralatan kamera-nya, kedalam tas ransel. Denis kembali berdiri, dan mengangkat tas dipunggungnya, dia merentangkan lebar-lebar kedua tangannya dan merasakan udara di sekitarnya yang berhembus seakan membawa dirinya terbang tinggi ke angkasa raya yang sangat amat luas. Dia tersenyum bahagia, Denis menghirup udara dalam-dalam hingga masuk ke rongga paru-parunya, dan menghembuskannya dengan nafas lega. Seakan dirinya menikmati hidup ini. Serasa melepaskan beban yang begitu berat di pundaknya. Seakan seperti malaikat yang merentangkan kedua sayapnya, terbang tinggi ke langit menembus ke khayangan.
”Hmm ... ... ..., Ma lihatlah pemandanganya, indah bukan? Seperti Mama kan?” Denis hanya berbicara seorang diri di sana. Berdiri sendiri di bawah rindangnya pohon, tempat dimana biasanya dia mengenang akan kenangan-kenangan masa lalu-nya.
“Ma, ku harap mama bahagia di sana!” Ucapnya.

* * * * *

Esoknya,
Denis dengan seragam SMA-nya tampak begitu rapih dan gagah. Denis berdiri membelakangi sebuah pagar yang menjulang tinggi, sepertinya dia sedang menunggu seseorang, di depan pintu gerbang rumah yang megah itu. Denis melihat ke jamtangannya, yang sudah menunujuk jam setengah tujuh pagi, lalu dia menatap langit biru yang cerah, matahari sudah cukup menampakan panasnya, angin berhembus pelan bagaikan membisikan sesuatu ke telinga.
”PAAAGIII ... ...”  Denis terkejut, dengan teriakan di dekat kupingnya.
Teriakan seorang gadis manis, bertubuh tinggi hampir sebanding (setinggi) dengan Denis, berparas cantik, dengan rambut hitam panjang yang indah terurai hingga ke punggungnya. Dan juga seragam sekolah yang sama dengan Denis. Namanya Francisca, nama yang indah sesuai akan kecantikan yang ada pada diri-nya. Francisca adalah teman Denis sejak kecil, dari dulu mereka s’lalu satu sekolah dari SD hingga sampai di SMA ini.
”Pagi, lo bikin kaget aja,” ucap Denis. Sisca tersenyum padanya. ”Seperti biasanya ya, lo selalu tampil cantik!” puji Denis.
“Makasih, aduh jadi enak! Hehehehe . . . “      ”Lo juga, slalu melamun! Gw dah di samping lo aja masih gak sadar!”
Denis membalas dengan senyuman, ”Yuk jalan,” ajaknya. Sisca menjawab dengan anggukan.

* * * * *

Di sebuah SMU, Jakarta.
Seorang siswa sedang berada dilantai empat, dari gedung kelasnya, dan itu lantai tertinggi yang tedapat di gedung tersebut. Seorang siswa sedang asyik dengan kameranya, tak lain Denis-lah orangnya.  Dia sedang memotret-motret kegiatan-kegiatan apa yang sedang terjadi di sekolahnya itu. ”Aduh, dari dulu lo itu, slalu saja menyendiri di lantai ini! Main sama kamera molo, gak bisa ganti suasana apa?” ucap seorang gadis yang berada di sampingnya.
Denis hanya tersenyum, dia memandang pada keramaian murid-murid yang sedang terjadi di bawah sana, kemudian kembali memotret.
”Entahlah, gw lebih suka di sini, di sini lebih tenang, jadi gw bisa memotert sesuka hati gw!”
”Ya terserah apa mau lo!”
Tiba-tiba saja Denis memotret Sisca dengan kameranya,
”Hehehe . . ” Denis tertawa jail.
”Ih curang, gak bilang-bilang, jahat nih!, ulang!” ucap Sisca.
”Siap Yach!”
Denis memotret berkali-kali Sisca, menganggap Sisca sebagai model, dan Sisca pun terhanyut dalam suasana. Mereka tampak asyik di atasana melakukan adegan pemotretan, memang sudah cita-cita Denis untuk menjadi seorang fotografer.

* * * * *

Denis dan Sisca sedang berjalan-jalan di Mall,
Mereka sedang mampir di Pizza hut, mereka sedang makan siang. ”Duh, hari ini nyebelin banget!” Sisca membuka pembicaraan.
”Gw, kesel ma pelajaran fisika. Dah tau gw gak bisa ma tuh pelajaran, masih disuruh ngerjain tugas dipapan tulis, malah soalnya susah lagi!” ungkap Sisca.
”Sabar, tapi bisa dikerjakankan?”
”Nggak! Salah apa sih gw sama tuh guru, kenapa mesti gw yang ditunjuk!”
”Ya sudah, habis ini temenin ke Fujifilm yah, mau beli rol film, dah habis nih!”
”Den, kenapa sih? Lo suka banget motret? Apa sih yang menarik?”
”Hmm . . . Entahlah, mungkin hal itu yang paling menarik buat gw, gw bisa melihat senyum bahagia dari teman-teman sekitar gw, juga masih banyak keindahan yang bisa gw liat!”
”Oooowwww . . . Kalau gitu lo mau jadi fotografer? lo kan berbakat!”
”Hmm . . . ada yang nempel tuh dimulut,” Dengan segera Denis membersihkan kotoran yang ada di mulut Sisca dengan tissu. Wajah Sisca langsung merah padam.
”Sudah Yuk, gw masih banyak kerjaan.”
”Ya deh, padahal gw masih mau bersantai sebentar.”

Di dalam rumah yang megah dangan 2 lantai bertingkat,
Di sebuah ruangan khusus dengan cahaya merah, dengan ruangan  yang begitu gelap, di sana terdapat lembaran-lembaran foto yang telah di cuci dan rol-rol film yang digantung. Di sanalah Denis sedang melakukan kegiatannya mencuci foto-foto yang telah diambilnya tadi di Sekolah.
”Hei, di cari-cari, lo-nya di sini, banyak yah hasil cetakannya? Bagus gaK?” tanya seorang gadis di sampingnya. Gadis cantik bertubuh tinggi dan ramut hitam panjang, dia adik perempuan Denis namanya Silvi!
”Yah, lumayan!”
”Walah foto-foto nya, kebanyakan tampang Ci Sisca nih,” ”Suka Yach?”
Denis hanya tersenyum pada Adik-nya. ”Sudah yah, gw mau pergi mungkin pulangnya agak malam!”
”Kemana?”
”Adik kecil mau tau aja!”
”>_<, Iya, hati-hati”

* * * * *

Denis berada di ruang yang kosong dan hampa, hanya ada bayang-bayang putih. Tiba-tiba muncul sesosok bayang anak kecil dan wanita yang cantik. Denis tertegun dan terheran, ”Ma, Mama!” panggil Denis.
”Kenapa Menangis, sayang?”
”Mainan ku rusak!” Anak kecil itu memegang sebuah mainan kereta yang sudah rusak.
”Oh, sini tangan kamu, ini mainan kamu yang baru!”
Denis masih terkejut, saat melihat mainan itu ditangan anak kecil itu, ”Itu kamera, pertama kali gw dapat kamera itu dari mama” ucap Denis dalam hati.
”Wah ma, ini keren, aq suka” anak kecil itu kembali tersenyum.
”Nah sekarang coba kamu foto sesuatu ya, tar kamu tunjukin hasilnya ke mama!” Ucap wanita itu pada Denis kecil
”iya,”Denis kecil berdiri dan berlari kemudian perlahan menghilang seperti bayangan putih.
Tiba-tiba wanita itu tersenyum pada sosok Denis yang sekarang ini, ”Kamu sudah besar ya Nak!  Sini mama peluk!”
Sosok Denis yang dewasa berubah menjadi sosok Denis saat dia masih kecil, Denis terlelap dalam pangkuan mama-nya.
”Ma, kenapa Mama pergi?” tanya Denis. Wanita itu hanya tersenyum dan membelainanya penuh kasih sayang.
Tak lama kemudian keadaan berubah.
Denis kembali ke sosoknya! Wanita itu berada di hadapan Denis. “Mama pergi, karna mama sudah waktunya sayang!”
“Tapi kenapa Aku dan Silvi masih butuh mama! Apa mama sudah gak sayang sama kami berdua? Juga sama Papa?” Air mata sudah menggenangi mata Denis.
Wanita itu hanya tersenyum, kemudian dia berkata “Mama terimakasih, kamu sudah memberikan yang terbaik buat mama, Denis!” ucapnya.
Namun tiba-tiba saja mulut, hidung dan mata wanita itu mengeluarkan darah, semakin banyak yang keluar. Denis terkejut, dan takut dan panik, wajah wanita itu berubah perlahan-lahan kulitnya mencair menjijikan sampai tulang tengkoraknya keluar. Begitu mengerikan , sampai Denis bangun dari mimpinya.
Wajah Denis terlihat sangat pucat, dan berkeringat dingin di sekujur tubuhnya dan nafasnya yang tidak teratur.